Monday, February 04, 2013

Just Malioboro..

Bismillah, hari itu Jumat Tanggal 1 Februari 2013 selepas jumatan, aku dan istri tercintaku bersiap-siap untuk perjalanan ke Kota Yogyakarta yang sudah lama sekali tidak kami kunjungi berdua. Kami tidak sedikitpun memiliki rencana ke kota tersebut untuk berjalan-jalan ke pantai atau wisata alam lainnya. Aku dan istrikupun sepakat untuk ke MALIOBORO karena tujuan ini sudah bertahun-tahun kami tinggalkan karena kemacetannya disaat hari libur sewaktu di Yogjayakarta. Jam 1 siang selepas Ibadah Jumatan, istriku sudah ngepack baju secukupnya, ke dalam tas traveling kami. Rencananya kami akan menginap semalam saja. Rencanapun tidak pasti untuk menginap di hotel mana. Kata isteriku tercinta, itu seninya ke Yogya yaitu sewaktu mencari penginapan, jadi jangan terlalu khawatir untuk hal tersebut. 

Ariestu & Dewi

Baik, kalau begitu akupun tambah yakin karena isteriku sudah siap dengan prinsipnya yang mantab. Semua sudah siap termasuk perlengkapan mandi, sikat gigi, handuk, sabun mandi dan pakaian kami berdua yang cukup dimasukkan ke dalam tas. Maklum mumpung kami belum dikaruniai anak jadi sementara perginya berdua saja. Sambari menyiapkan semuanya kami menawarkan ibu (mamaku) untuk ikut ke dalam traveling kami, namun ibu serta merta menolak halus karena mungkin keesokan harinya sudah ada janji dengan rekan seperguruan senamnya untuk SSI (Senam Sehat Indonesia) yang selalu rutin dilakukan setiap hari kamis dan sabtu. Oke lah kalau begitu kami berpamitan untuk segera berangkat. Akupun mempersiapkan kendaraan untuk perjalanan tersebut, yaitu mobil jadul Timor saya, sebelumnya aku harus ngecek kondisi tekanan ban, air radiator dari kebocoran, kondisi ketinggian oli mesin, oli transmisi, air accu, setelah hasilnya semuanya dipastikan normal, maka kami siap berangkat.

Timor tunggangan sehari-hari

Saatnya berangkat start dari Semarang kurang lebih pukul 2 siang. Semua barang kebutuhan sudah dimasukkan ke bagasi, termasuk kami juga membawa netbook dan modem untuk browsing dan ponsel nokia 5800 milikku untuk di pakai GPSnya serta multicharger untuk mengisi baterai ponsel di mobil. Kami hanya berbekal uang secukupnya untuk membeli bensin, air minum dan snack. Saat berangkat, kami mengisi bensin 100 ribu premium atau sekitar 22,22 liter (waktu itu 1 ltr bensin masih Rp. 4500. Sebagai perkiraan dengan asumsi bahan bakar mobil paling boros 1:8 (1 liter untuk 8 km), walau sebenarnya timor saya ini bisa 1:10 lebih konsumsi BBMnya. Maka 22 liter sudah lebih dari cukup untuk perjalanan awal dari Semarang ke Yogyakarta. Tak lupa juga kami lakukan pengecekan tekanan ban agar perjalanan nyaman dan aman. Tekanan ban yang direkomendasikan disamping pintu adalah 29 psi untuk setiap ban, namun biasanya saya isi dengan tekanan angin biasa 30 atau 31 psi.

Perjalanan cukup lancar dengan masuk tol Jatingaleh dan keluar di tol Ungaran. Tarif tol Rp.2.000,- untuk sampai tembalang + Rp.5.500,- dari tembalang sampai ke Ungaran (depan DPRD), jalan tol lumayan untuk mempercepat perjalanan. Cuaca mendung, namun cukup panas jika berada di luar, untungnya pendingin mobil kami masih tergolong bagus jadi tidak terasa panas bahkan terasa sejuk. Mengetahui waktu yang sudah cukup sore kira2 jam setengah 3an, jalan mulai padat merayap dipenuhi truk dan juga mobil yang hendak melakukan perjalanan ke arah selatan, namun keseluruhan perjalanan masih bisa dibilang lancar. Kami mampir sebentar di Indomaret untuk membeli air minum dan kopi, serta sedikit snack untuk melepas dahaga dan lapar kami. Menyenangkan sekali bisa berpergian bebas seperti ini tanpa beban dan target atau misi2 tertentu. Setelah perjalanan lepas dari bawen belok ke timur ke arah Magelang/Yogya, perjalanan jadi agak santai karena kemacetan agak berkurang dan hawa menjadi lebih sejuk. Kami melewati jalan lingkar Ambarawa untuk menghindari kemacetan di daerah Pasar Ambarawa. 



Lewat sini, pemandangannya bagus

Pukul setengah 4 sore kami berhenti sebentar di pom bensin Magelang untuk Sholat Ashar dan buang air kecil. Melewati sepanjang jalan sebelum Muntilan, terlihat banyak sekali penjual Buah Durian yang ranum, serta sangat menggoda. Kami tidak mampir karena sedang tidak berminat dengan durian saat itu. Dewi, istri saya lebih memilih untuk mencari rambutan binjai nanti sewaktu pulang saja. (maksudnya dari pada durian kan mahal hahaha). Setalah beberapa waktu perjalanan kami sampai ke daerah Jombor (terminal) kota Yogyakarta, Dewi sibuk menelpon hotel yang informasinya didapati dari internet sebelum berangkat kemarin sore. Banyak sekali hotel murah pilihan wisatawan backpacker seperti kami. Backpacker adalah sebutan biasa bagi wisatawan yang memakai tas punggung, artinya wisatawan yang sengaja memilih liburan dengan biaya murah. Katanya banyak Hotel murah di kawasan Maliboro, Kaliurang atau dekat pantai Parangtritis. Selanjutnya tinggal memilih dari harga 90 ribu hingga 150ribu. Namun kebanyakan hotel murah dibawah 100 ribu yang selalu penuh. Hotel seharga 100ribu lebih, sengaja tidak masuk dalam daftar pencarian kami. Setelah banyak menelpon, hasilnya pun nihil karena ternyata semua hotel yang murah sudah penuh, dan jika ternyata ada kamar, kami tidak mengetahui tempatnya. Kami berdua hanya sedikit mengerti jalan di kota ini walau sudah sering bolak-balik kota Yogyakarta ini.



sering aja ngecek peta

Mobil sudah mengarah hampir masuk ringroad utara kota jogjakarta, waktu itu cuaca sedikit gerimis dan mendung pekat. Sudah benar kami menggunakan mobil untuk perjalanan ini. Kami memutuskan untuk mencari dahulu dari yang terdekat yaitu hotel didaerah Kaliurang (orang jogja menyebutnya Jakal artinya Jalan Kaliurang). Setelah menyusuri jakal mulai dari ringroad utara ke arah selatan ternyata tidak ada 1 pun hotel yang dimaksud, atau mungkin kami tidak bisa mencari sampai masuk ke gang. Pencarianpun sia-sia, namun kami pun tetap bersabar. Kupikir pencarian gelap mata ini tak kunjung selesai, maka kami pun memutuskan untuk mencari hotel murah disekitaran Malioboro saja. Menjelang Magrib kami sampai di daerah jalan Mangkubumi (jalan sebelum Maliboro kalau dari utara), sambil tengak-tengok kanan-kiri akupun menceritakan kepada Dewi, bahwa di pojok jalan Mangkubumi ini dekat dengan rel stasiun ada kucingan (orang Jogja nyebutnya Angkringan) yang bernama "Kopi Joss" yang terkenal. Sejarahnya adalah angkringan tersebut adalah angkringan yang berdiri pertama kali di Jogja. Sudah banyak orang terkenal di Indonesia yang melewatkan malam di tempat tersebut. Dewi pun sudah mengetahui akan hal tersebut, namun kami juga belum pernah ke tempat itu nongkrong berdua saja. Mobil lalu kuarahkan ke jalan Pasar Kembang (Sarkem kalau orang jogja bilang), karena ingin menghindari macet di Malioboro. Lagi pula daerah Pasar kembang ini dekat sekali dengan Malioboro. Nah di daerah ini terdapat banyak hotel yang murah ala wisatawan backpacker baik lokal maupun asing. Saya tidak ingin lebih lanjut membahas tentang sarkem, karena wilayah sarkem cukup terkenal.


I love Sarkem :), ambil kanan

Setelah sampai ke daerah tersebut kami memutuskan untuk memarkir Timor S515i kami di dalam parkiran stasiun Tugu bagian samping di jalan pasar Kembang tersebut. Mantab, parkiran stasiun tersebut tersedia banyak dan aman, bahkan 24 jam atau menginap hanya di kenakan tarif 12ribu rupiah semalam. Kami harus memarkirkan Si Timmy (begitulah sebutan umum untuk mobil Timor) di tempat tersebut karena memang hotel yang kami cari berada di dalam gang yang sempit, bahkan peraturan kampung tersebut jelas tertulis melarang sepeda motor dikendarai dan hanya bisa berjalan. Setalah si Timmy di parkir di tempat yang cukup pas, aku beserta istriku turun dan membawa tas seperlunya untuk mencari hotel yang dimaksud. Jarak parkiran tersebut dengan gang lokasi hotel sangat dekat, mungkin kurang lebih hanya 50 meter saja. 



Parkir di stasiun aja

Kami memasuki gang yang lokasinya tepat di antara jalan Pasar Kembang dan jalan Sastrowijayan dengan Jalan Maliboro di sebelah timurnya. Banyak sekali hotel murah dan kecil disana, bahkan bentuknya bisa dibilang seperti kos-kosan. Setelah kami memasuki gang tersebut banyak sekali orang yang menawari hotel dengan berbagai tarif, mereka penduduk sekitar yang berlaku sebagai semacam calo. Namun istriku menjawab halus akan mencari sendiri, kalau aku sendiri tampang cuek saja karena terus terang saya tidak suka kalau sedang mencari sesuatu lalu banyak sekali yang  menawari sana sini, sungguh menyebalkan. Karena setelah tengok kanan dan kekiri kami belum juga mendapatkan petunjuk mengenai hotel, kami mampir di tengah gang tersebut untuk Ibadah sholat magrib dahulu, kebetulan disitu terdapat mesjid, alhamdulillah. Setelah sholat akhirnya perhatian kami tertuju pada bangunan bertingkat dua yang ada plang bertulis HOTEL ... (namanya lupa). 



Menarik juga, gang sempit

Kami menuju ke tempat tersebut dan menanyakan ada kamar yang kosong tidak. Lalu kami disambut oleh pemuda dari dalam hotel tersebut dengan ramah dia menawarkan kamar kosong dengan fasilitas AC dan kamar mandi dalam, murah meriah katanya, dengan harga 125 ribu. Istriku bertanya apa ada yang lebih murah lagi dibawah 100 ribu dengan kamar mandi dalam?, pemuda itu menjawab, ada tapi kamar mandi luar, dan itu pun sudah penuh. Serta merta dia menjelaskan dengan agak sedikit tertawa (dalam hatiku dia agak mencibir) bahwa hotel dengan kamar mandi dalam didaerah sini tidak ada yang seharga dibawah 100 ribu. Istriku tidak serta merta begitu saja membenarkan perkataan pemuda itu. Namun dia bersedia membantu kami untuk menanyakan ke rumah sebelahnya yang juga menyediakan kamar. Kami pun mengikuti pemuda itu dan ternyata hanya rumah sebelah yang tadi kami lewati. Rumah tersebut tidak bertulis hotel, seperti rumah biasa dengan pemilik setengah baya dan istrinya. Rumah tersebut terlihat biasa sekali bahkan seperti kos2an dengan kamar-kamar di depan/ruang tamu. Pemuda yang tadi mengantarkan kami berteriak halus, "yaaaang, masih ada kamar gaaa", tadinya aku mengira dia memanggil seseorang wanita muda yang mungkin dipanggil dengan sebutan "sayang". Tapi ternyata aku salah, yang keluar adalah seorang kakek tua berambut putih dan bertampang ramah, sehingga dipanggil "eyang" oleh pemuda itu. Dalam hatiku "ngekek" (tertawa), tapi raut wajahku biasa saja. Pemuda yang tadi menanyakan apakah masih ada kamar oleh kakek berambut putih tersebut, dan ternyata penuh, waktu itu aku memang belum yakin saja karena masih 1 tempat pencarian. Namun karena tubuh sudah agak lelah, hati ini berharap ada kamar yang bisa segera digunakan. Namun kakek itu mencoba bertanya kepada salah satu penghuni kamar yaitu 3 orang pemuda yang kelihatannya sudah akan berkemas-kemas. Kakek berambut putih itu bertanya kepada ke3 pemuda itu, "rencana mau pulang jam berapa". Salah satu pemuda itu lantas menjawab "jam 7 eyang". Lalu istriku yang mendengar hal tersebut bertanya kepadaku, "gimana", aku jawab "ya udah gpp ditunggu saja, lagi pula jam 7 kan sebentar saja". Isteriku sudah tidak sabar untuk melihat isi kamarnya. Hasilnya kami tetap menunggu karena sudah cocok dengan harga dan tempatnya, yaitu kamar mandi dalam dengan harga Rp 80ribu tanpa boleh ditawar. Setelah aku mengucapkan terima kasih dengan pemuda dari hotel sebelah, pemuda itu pun pergi dengan tersenyum ramah. Sambil kakek berambut putih itu membersihkan kamar yang akan kami tempati, kami berdua kembali ke parkiran untuk mengambil tas barang yang besar untuk ditaruh di kamar penginapan tersebut. Akhirnya kami mendapat penginapan murah juga. Kata istriku dia senang penginapan tadi karena dekat dengan masjid. Alhamdulillah, karena emang selama ini kalau deket2 sarkem (pasar kembang) selalu lebih menonjol aora negatifnya. Selanjutnya kami berdua bisa mandi dan beristirahat sebentar karena malam nanti kami pingin berjalan-jalan dan menikmati kota jogja dari sudut MALIOBORO dan kopi JOSS.



Banyak pemandangan gini, tertarik?

Kami memutuskan untuk berjalan-jalan di Malioboro pada jam 8 malam setelah isteriku mandi segar. Aku tidak mandi karena badanku terasa agak meriang. Tapi badan kiranya masih tetep fine lah kalau dibuat jalan2, tidak masalah. Kami berjalan santai hanya sekitar 100 meter dari penginapan menuju ke Maliboro. Melewati 1 gang dan 1 jalan sampailah ke MALIOBORO. Kurasakan nikmatnya keramaian yang lama kurasakan dahulu, ternyata malioboro masih memberikan napas yang sama dengan kharisma dahulu. Kami menyusuri lorong penjual-penjual di Malioboro, tidak banyak barang yang menarik perhatian kami. Batik, pernak-pernik, semuanya masih sama saja. Kami berdua hanya membeli lambang kraton kecil untuk dipasang di plat nomor nantinya dan dompet gantungan kunci mobil. Untuk lambang kraton kecil ditawakan oleh pedagang pertama 65ribu, di pedagang lain dengan barang yang sama persis  berhasil ditawar hanya dengan 10ribu. Untuk dompet gantungan kunci 45ribu berhasil ditawar menjadi 15 ribu saja. Murah,,, iya karena banyak pedagang yang ngawur saja nyebut harga, pastikan barang tersebut pantas dihargai berapa. Kebanyakan pedagang di Malioboro malah berasal dari luar Yogyakarta. 

KOPI JOS
Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan kaki kami berdua untuk nongkrong di angkringan kopi joss. Kalau dilihat dari peta, kiranya agak jauh jika berjalan kaki dari posisi kami. Maka kami menggunakan jasa becak (yg dari awal sudah banyak tukang becak yg menawarkan jasanya), dengan harga 10ribu sampai ke Kopi Joss. Tidak jauh dari jalan Malioboro, kami sampai di kopi joss diantar oleh mr Becak yang menggunakan caping dan seragam paguyuban becak. Tarifnya 10 ribu. Sesampainya disana layaknya orang yang belum pernah nongkrong di kopi joss itu ada seorang (semacam tukang parkir) yang merekomendasikan penjual kopi joss yang bertenda. Karena memang disana begitu banyak angkringan semua bernama kopi joss. Tapi karena saya sendiri sudah pernah ke sana dan waktu itu bersama seorang teman yang mengenal kota jogyakarta, maka saya memilih tempat yang dulu sudah pernah yaitu di "Kopi Jos Lek Man". Kami memesan beberapa menu yaitu kopi, jahe, 2 kepala ayam, 2 tempe dan 2 nasi bungkus, untuk kepala ayam, tempe mendoan dibakar diatas arang. Kami mendapat tempat duduk lesehan di trotoar seberang penjual angkringan tersebut, yang memang suasananya anak muda sekali dan ramai pengunjung, memang tempat itu kalau sudah malam tidak pernah sepi. Semuanya dibayar dengan harga 16 ribu saja untuk yang kami pesan. 

Kopi Joss "Lik Man"

Setelah dibakar, makanan tersebut diantar ke tempat kami nongkrong, beserta kopi dan jahe yang kami pesan. Di kopi yang aku pesan terdapat arang 2 potong didalamnya, mungkin ini yang dinamakan kopi joss.. kopi dicemplungi arang yang membara, jadi suaranya "mak jossss" (ini kata ibuku). Kuhirup dan kusruput kopi nya yang kental, nahh ini rasanya sangat nikmat, arang yang dicemplungkan itu menambah nikmat rasa dan aroma kopinya, rasanya semakin kuat, tidak terlalu manis, nikmat sekali. Istriku sangat menyukainya walau dia tidak memesan kopi tersebut. 



Angkringan pertama di kota Yogya

Rasa jahe dan makanan lain terasa biasa, kecuali kepala ayam yang sudah dibakar dan nasi bungkus terasa memadu kuat cocok untuk mengisi perut di malam itu, mantab sekali rasanya. Alhamdulillah. Setelah dirasa cukup, kami tidak kelamaan nongkrong disitu, karena kami berdua tidak suka terlalu lama nongkrong. Kami kembali ke penginapan untuk segera istirahat untuk besoknya bisa jalan-jalan lagi. Besok kami akan ke taman sari. Istriku belum pernah kesana, akupun baru sekali kesana. 


TAMAN SARI

Keesokan harinya aku dan istriku bangun, setelah mandi dan solat Subuh yang agak kesiangan, kami mencari sarapan di sekitaran Malioboro, ketemu dengan penjual Pecel Madiun. Entah kenapa penjual yang rame dikunjungi pembeli kebanyakan enak. Kami memesan 2 pincuk pecel madiun, sate ayam buntel, tempe dan peyek kacang, minum teh hangat. Semuanya dibayar dengan harga 18 ribu. Harga yang murah untuk sarapan pecel dengan sate tersebut. Baiklah setelah kenyang kami harus kembali ke penginapan untuk berkemas-kemas untuk check-out dan sekalian ke Taman Sari. Taman sari setahuku adalah pemandian Raja dan Selirnya. Setelah berpamitan dengan pemilik rumah penginapan, kami berjalan menuju ke parkiran stasiun untuk mengambil mobil, masukkan semua barang ke bagasi, panasin mesin, siap lanjutkan perjalanan ke taman sari. Karena kami tidak mengetahui arah menuju kesana, aku menyalakan ponsel nokia 5800 ku, lumayan dengan panduan GPS, tak lama kamipun sudah hampir sampai ke taman sari, tidak perlu repot bertanya ke orang. 


Kolam Taman Sari


Sesampainya di Taman Sari, seperti dulu suasananya masih banyak Guide yang akrab menawarkan jasanya untuk memandu. Namun kami berdua sudah berniat untuk tidak menggunakan jasa tersebut. Setelah membeli 2 tiket masuk taman sari @3000,-, kami masuk ke wilayah taman sari. Banyak juga turis asing yang berminat untuk mengunjungi tempat wisata ini. Luar biasa, taman sari sekarang ini sudah di pugar dan direnovasi tidak seperti beberapa tahun yang lalu aku kesini. Sekarang tampak lebih bersih. Kekurangan dari taman sari ini, sepertinya lokasinya hanya itu itu saja, padahal ada jalan menuju ke masjid bawah tanah yang unik. Dan biasanya untuk mencapainya kudu menggunakan Guide. Namun beruntung ketika kami kebingungan untuk mencari lokasi maka penduduk sekitar bersedia dengan senang hati untuk membantu menunjukkan arah. Alhamdulillah semua tujuan wisata yang aku bahkan istriku belum pernah sudah tertapak kaki kami berdua.


Ikut Nampang


Taman sari ini sebenarnya banyak cerita yang tersimpan dan jika lebih memilih menyewa guide akan lebih bermakna karena banyak cerita-cerita yang tidak akan kita ketahui. Seperti sang raja biasa melempar bunga dari menara dan diperebutkan para selirnya atau rumah-rumah disekitar pemandian tersebut adalah keturunan ningrat karena keturunan dari selir-selir jaman dahulu yang bertempat tinggal turun temurun disekitaran situ dan lain sebagainya. Namun untuk kebenaran ceritanya memang bisa kita cari di beberapa referensi, karena guide disana pun tidak pernah mengalami jaman tersebut, hanya mendengar dari cerita orang-orang tua nenek moyangnya. Namun aku melihat ada guide yang sudah senior, mungkin seumuran Alm Bapakku, sebenarnya aku tertarik untuk diceritain oleh orang tersebut, namun ya sudahlah, untuk cerita taman sari ini bagiku biasa saja.
Masjid Bawah Tanah


Kesan di taman sari memang menyenangkan, namun sebaiknya pemerintah mengelola lebih baik dan diberikan petunjuk jelas agar semua wisatawan bisa meng-explore seluruh bagian taman sari, sehingga dunia lebih mengenalnya. Sekian untuk traveling kali ini semoga dilain waktu bisa dilanjut lagi dengan petualangan yang lebih seru dan menyenangkan ya sayang... :)

"Kupersembahkan tulisan ini untuk Isteriku tercintaku;

"Nuraini Dewi Maharani"