Saturday, December 12, 2015

Ketika Ibu tak lagi bersama kita

Hari itu, lain dari hari-hari biasanya. Seperti biasa rumahku sepi, tidak banyak aktifitas layaknya rumah tangga kecil yaitu rumah tangga pensiunan janda. Namun hari ini tetangga berkumpul di halaman rumah maupun didalam rumah, semua menunjukkan wajah duka. Semuanya seakan sibuk bergerak sendiri-sendiri tanpa ada yang memberi perintah. Iya, hari itu adalah hari yang selama ini kutakutkan dalam benakku. Dalam benakku yang samar, akupun seakan pantang untuk memikirkannya. Hari dimana Ibuku (selalu aku memanggilnya mama), terakhir kali aku akan melihatnya. Iya rasanya seperti mimpi, hari itu datanglah hari dimana mama dipanggil Allah SWT.

Badanku pagi itu serasa mau berakhir. Badan terasa lemas, sumuk, dingin, gerah, lelah, lapar dan mengantuk. Semua rasa yang enggak nyaman itu menempel di tubuhku dan berbaur menjadi satu. Belum lagi otak yang ga bisa untuk mikir karena cape dan hati yang merasa sedih.

Suasana sewaktu itu bagaikan mimpi semalaman dimana aku gak akan pernah terbangun selamanya. Sehari sebelumnya aku masih mendengar suara mama memanggilku, entah memanggilku atau tidak. Seperti biasanya aku jarang menghiraukan mama...

Hari Sebelumnya
Pagi menjelang siang, panas terik cuaca masih menghampiri suasana saat itu, Dengan malas aku menyiapkan baju panjang putih dan celana halus untuk bersiap kerja. Waktu jam sudah agak mepet jam kerja untuk diriku yang belum apa-apa. Hari itu aku masuk siang. Mama lemah lunglai di kasur menandakan beliau belum mau makan nasi sejak 2 hari yang lalu. Semenjak muntah, mama seakan tidak berselera makan sama sekali, tubuhnya tiba-tiba melemah. Padahal sebelum muntah mama masih memandu senam bersama perkumpulan senam sehat di RT ini.

Bulan November 2015 memang bulan yang cukup berat bagi seorang Ariestu, Pekerjaan kantor yang membutuhkan extra waktu membuat hari-hariku dirumah bersama keluarga menjadi hambar, Kesibukan semu, kekhawatiran perkerjaan yang seharusnya tidak perlu membikin ini semua berlanjut.

Mama sakit, namun pikiranku tidak terlalu jauh, Beberapa kali mama sakit seperti ini dan sembuh, mama tidak apa-apa. Kesembuhan  memang butuh waktu, Lagi pula rujukan dokterpun sudah dibuat untuk periksa keesokan harinya. Mama sudah kubelikan susu favoritnya yaitu Ensure karena menyeimbangkan gizi terutama bagi orang tua. Aku berharap seperti mama yang dahulu, nafsu makan mama berangsur pulih kembali berangsur-angsur seperti biasanya.

Pertemuan terakhir
Office, Senin, 23 November 2015 - 21.00 WIB, Pekerjaan kantor belum selesai, namun jam sudah menunjukkan jam pulang. Entah ada angin macam apa sehingga aku menambah waktu kerjaku.

Memang pekerjaan harus sudah selesai hari itu juga agar besok bisa lebih nyantai pikirku. Seorang rekan kerja menyuruhku pulang berulangkali. Aku pun akhirnya selesai dan memutuskan untuk pulang pada jam 22.00 lebih. Malam itu tidak ada firasat apapun, diperjalanan aku hanya melamun dan mendengarkan lagu yang membosankan di tape mobil, Sampai dirumah jam 22.20 menit dan seperti biasa istriku membukakan pintu dengan langkah yang gontai karena kecapaian setelah seharian bekerja. 

Sampai dirumah, yang kuingat ibuku yang masih bermasalah dengan perutnya. Kamar kumasuki dan akupun melepas semua baju yang telah lusuh karena seharian dipakai bekerja. Tempat tidur yang empuk seakan memanggilku dan memberitahuku untuk malam ini langsung tidur saja, karena tubuhmu bener-bener capai. 

Oke, namun istriku menyuruhku untuk menilik keadaan mama yang sudah ada di kamarnya. Akupun langsung menghampiri mama yang seperti biasanya di jam segitu sudah dalam posisi tidur di atas dipan. Beberapa kata sempat keluar dari mulutnya yang seingatku agak lirih. Aku menanyakan gimana kabarnya seharian ini. Mama bilang kalau sudah makan beberapa sendok bubur dan susu ensure yang tadi kubelikan. Mama semuanya dilayani dengan baik oleh isteriku. 

Setelah menanyakan itu hatiku merasa tenang karena mama sudah agak baikan dan sudah ada kemajuan dan keinginan untuk makan, besok aku akan antar mama ke dokter. Kutinggalkan kamar mama setelah itu, istriku memberiku bubur ayam merek kimbo. Bubur ayam yang sudah jadi dalam kemasan, tinggal ngangetin aja di air panas. Baru saja kusobek bungkus bubur kemasan itu, kudengar mama dari kamarnya seperti berteriak kaget sebanyak 2 kali. Spontan langsung aku menghampiri mama untuk melihat apa yang terjadi. Aku juga agak kurang jelas apakah ibuku berteriak atau seperti batuk. Yang jelas aku mendengar suara yang tidak biasanya.

Setelah sampai dikamarnya, aku melihat mama sedang tiduran tertelentang dan seperti sedikit kejang tubuhnya dengan kepala menengok ke kanan berlawanan arah denganku. Aku mengira mama sedang ngelindur saat tidur seperti biasanya. Kupanggil mama dengan nada biasa, "kenapa ma..?", namun mama enggak merespon, Aku pikir mama mungkin tertidur, lalu dengan suara agak keras aku manggil ibuku, namun tetep gak meresepon. Saat inilah aku merasa tegang, karena merasa ada yang tidak beres. 

Karena khawatir aku lihat wajahnya, mama seperti mendelik matanya dan kejang selama 2 atau 3 menit, sampai aku panik dan memanggil istriku agar datang menghampiriku karena gak tau apa yang bisa kulakukan.

Presentasi, ujian skripsi, wawancara adalah saat-saat yang menegangkan, namun belum pernah dalam hidupku aku merasa tegang dan sepanik saat itu. Namun setelah beberapa saat mama kembali normal, seperti terbangun dari tidur. Semenjak itu mama seperti orang yang kebingungan dan tidak dapat memahami perkataanku, napasnya tidak teratur. Aku langsung memutuskan saat ini harus mengantar mama ke UGD.

Mobil yang sudah kumasukkan garasi langsung saja kukeluarkan lagi ke jalan agar bisa langsung ke rumah sakit.

Lagi-lagi anehnya mama seperti orang yang terengah-engah. Mama sepertinya masih bisa melihat dan mendengarku. Aku tanya ke mama bagian tubuh mana yang sakit, namun mama tidak menjawab menjawab. Dan semenjak itu perilakunya ga bisa dipahami. Mama duduk dan mencoba berdiri seperti gelisah., Namun aku enggak sama sekali memahami maksudnya. 

Aku berusaha untuk mengajak berkomunikasi dengan mama menggunakan kata yang mudah dipahami, bahwa saat itu mama harus ke RS agar ditangani oleh dokter. Mama tidak menjawab, hanya melihatku, lalu menutup mata lagi seperti tidur. Aku menyuruh mama melihatku, mamapun membuka mata lagi dan melihatku. Aku pegang telapak tangannya, mamapun memegang erat telapak tanganku sepertinya mama terlihat takut waktu itu, dan aku tidak tahu juga apa maksudnya. Aku sempat mendesak mama untuk mengatakan apapun yang bisa dikatakan, yang sempat keluar dari mulutnya hanya kata-kata yang menandakan ada sesuatu di bawah. Dua kali beliau berkata seperti itu.

Kami berdua kesulitan menggendong mama ke rumah sakit, seakan mama dengan sisa kesadarannya menolak untuk digendong. Waktu masih berjalan agak lama dalam kondisi seperti itu. Lalu akhirnya kuputuskan untuk memaksa gendong mama ke rumah sakit. Agak mengkhawatirkan ketika digendong sepertinya mama menjadi lebih kritis dari sebelumnya, dengan mata agak mendelik melihat ke satu arah. Banyak keringan dingin yang bercucuran dari tubuh mama. Sepertinya badannya sudah lemah sekali.

Dua jam kemudian, aku dan istriku berhasil membawa mama ke IGD RS Roemani yang terdekat dari rumah. 

Ada perasaan lega karena mama sudah dapat ditangani oleh dokter dan perawat di RS itu. Namun pernyataan dari dokter membuat hati ini sumpek, menurut dokter gula darah mamaku ini sudah tinggi sekali, sehingga dehidrasi tingkat tinggi. Dan menurut dokter tekanan darah nya rendah sekali dan memiliki riwayat ritme jantung yang tidak beraturan. 

Seakan tidak percaya, karena selama ini mama sehat saja dan tidak menunjukan tanda-tanda apapun. Dokter juga memarahi kami, karena penyakit semacam itu harus di cek setiap bulan untuk pencegahan. 

Namun sudah terlambat, 2 jam menunggu mama di depan ruang ICU, tanpa tahu apa-apa. Hanya bisa berdoa. Kami pun dipanggil dokter untuk masuk, seperti shock setelah masuk ke ruangan ternyata kami dipanggil untuk menyaksikan mama yang sudah dipacu jantungnya, sudah diujung sakaratul maut. Seperti nya aku tidak mampu lagi untuk menceritakan ini ketegangan saat itu, biarlah menjadi memori yang tersimpan untukku sendiri.

Aku mengira, mama masih akan mondok di rumah sakit beberapa hari, aku akan tidur di rumah sakit sebagai penunggu dan merasakan dinginnya suasana di lantai-lantai dan ruang tunggu rumah sakit. Aku akan menunggu mama di rumah sakit disela-sela shift pekerjaanku.

Namun kenyataan lain, mama langsung dipanggil Allah SWT saat itu juga.,
saat itu aku malah tidak dapat menangis, rasanya nyesek di tenggorokan. Hal ini menyadarkan aku akan kematian yang mutlak terjadi pada siapa saja yang hidup, dan hari itupun aku harus tabah. Kakakku tidak bisa berhenti menangis. Mama meninggal pukul 3.20 pagi di ICU RS Roemani. 

Aku pun sangat sedih, namun jujur aneh juga ada sedikit perasaan lega, entah mengapa mama tidak merepotkan anak-anaknya, mamapun sudah terbebas dari penderitaan dengan sangat cepat. Entah mengapa hati ini berkata seperti itu.

Takdir pasti akan datang, kalaupun tadi aku dan dokter hebatpun mengusahakan yang terbaik, pintu maut lain akan terbuka karena kematian sudah takdir. Perkataan itu sedikit menenangkanku.

Sesuatu yang kusimpulkan, "mama menungguku" disaat-saat terakhirnya, karena kesayangannya adalah aku satu-satunya anak laki-laki yang tidak bisa diandalkan, selalu manja. Terima kasih mama. Terima kasih ya Allah.

Step by step prosesi pengantaran dan pemandian jenasah ibuku kulalui dengan tabah, teman, kerabat dan tetangga semuanya menyalami dan ikut berbelasungkawa. Saat itu aku cuma merasa seperti zombi, aku ga punya rasa apapun dan semua berjalan seperti pilot otomatis. Rasa sedih bercampur aduk dengan pikiran kusut sehingga malah menjadi "tanpa rasa" apapun.

Usai acara pemakaman
Tiadalagi suara mama di rumah. Tapi otak ini kadang masih ngerasa ada mama dirumah, Terutama kalau ada tamu, biasanya tamu itu mencari mama. Namun seperti hilang, mama sudah tiada lagi. Rasanya cuman kehampaan.

Hati kacau setelah beberapa hari mama meniggal. Kesepian yang belum pernah kurasakan, ternyata selama ini mama adalah mama, yang walaupun aku sudah setua ini beliau tetap mengkhawatirkanku, menjagaku. Walaupun aku enggak mau seperti itu. 

Ibu seorang yang tulus, tanpa ada pamrih sama sekali mengurusi aku dari kecil sampai sebongsor ini. Semuanya sudah berakhir, takdir memang takdir, tapi yang menjadi penyesalan adalah di saat-saat terakhir aku tidak dapat menyenangkan seorang mama. Aku malah sibuk sendiri dan mengabaikannya, Sering aku menghiraukan cerita-ceritanya, menghiraukan makanan yang dimasaknya untukku. Ibuku sangat sayang dengan istriku. Itu saja yang mampu aku tulis. 



Untuk Mama:
"Mama maafkan aku yang selalu membuatmu sedih. Aku belum bisa membahagiakanmu, memiliki anakpun belum. Rasanya pernikahanku ini percuma bagimu ya ma? merepotkan masa-masa tuamu yang seharusnya indah. Namun aku sudah puas bisa mengajakmu makan di restoran ma, jalan-jalan walaupun ga semuanya mama seneng. Saat-saat terakhir yang ga menyenangkan ya ma...
terima kasih aku telah dijaga dan dibesarkan seperti ini, walau aku ga pernah selalu siap sedia menjagamu.
Aku berjanji sekuat tenaga jadi anak baik dan soleh agar bisa kirim doa kepadamu selalu...


Selamat jalan mah,,Semoga kita sekeluarga kelak bisa dipertemukan kembali oleh Allah SWT ya ma, Amin..

Aku sayang mama."