Sunday, March 22, 2015

Setitik memori tentang seorang ayah

Alasan saya menulis tentang almarhum bapak saya ini, untuk mengenang bapak. Di internet jejak tentang bapak saya belum ada. Mungkin ini satu-satunya.

Ayah saya bernama Drs.Sutomo Drajat sudah almarhum. Beliau lahir pada tanggal 20 April 1930 dan wafat tahun 1990 tanggalnya ga begitu ingat.

Sebuah sosok ayah, penting bagi setiap orang. Ayah saya meninggal saat saya berumur 5 tahun. Sebuah sosok ayah yang samar-samar, gak banyak memori saya yang dapat mendiskripsikan bagaimana sih sosok bapak saya. Sebagai teman atau kenalanpun waktu 5 tahun tidaklah cukup untuk mengenal baik sosok seseorang. Apalagi saat itu saya masih kecil.

Ayah


Memori yang saya ingat waktu itu, bapak saya itu tergolong sudah enggak muda lagi sewaktu saya kecil. Waktu saya berumur 5 tahun ayah saya berumur 60, berarti pas saya lahir ayah saya berumur 55 tahun. Namun, meninggal di umur 60 tahun saya rasa ayah saya belum terlalu tua, waktu itu kakek saya aja masih sugeng (masih ada).

Kebetulan saat itu, saya diajari oleh orang tua dengan panggilan papa dan mama, ada kan yang panggilannya ayah bunda, bapak ibu, abi umi, atau papah mamah. Terserah ortu kita waktu itu.

Ingatan murni saya tentang papa saya dulu, papa itu selalu kerja di kantor sebagai dosen atau pengajar. Papa itu dahinya kaya profesor, rambutnya keriting. Selalu nyuruh saya untuk tidur siang, padahal tidur siang itu hal yang paling aku gak seneng karena masih pingin mainan.

Papa punya mobil warna hijau, mobilnya hijet 1000 yang sekarang udah dijual. Saya seringkali dijemput papa dan mama dengan mobil hijet 1000 nya itu.

Papa punya mesin ketik, yang saat itu mungkin wajib dimiliki akademisi seperti papa. Papa juga punya kalkulator Casio yang ukurannya besar, dengan ukuran baterai A2 (jam dinding).

Saya itu ngerasa gak terlalu dekat sama papa. Saya itu anak mama. Papa itu kadang galak gak senyaman kalau sama mama. Sewaktu kecil pernah saya diajak jalan-jalan digandeng papa, rasanya itu sungkan banget. Tapi papa pernah nanya saya, kalau digandeng sukanya gimana, terus saya jawab milih pegangan telunjuk papa.

Papa juga pernah ngajarin saya matematika, tambah dan pengurangan, tapi enggak pakai jari. Diajari pakai sistem lidi. Guru SD saya juga agak gimana gitu pas lihat cara saya ngehitung penambahan itu.

Paling saya takut dan malas itu kalau pas lihat papa lagi nyetir mobil, selalu aja emosi dan ngajak berantem sama angkot atau becak. Ternyata papa itu memang hipertensi. Pernah suatu saat mobil papa hampir nabrak becak karena becaknya nyelonong di tikungan gelap. Becaknya diberhentikan terus diomelin, katanya becak udah gak ada lampunya, akan dilaporkan polisi. Pak becaknya kasihan banget, saya miris lihatnya. Saya dewasa ini mikir, kapan ya becak ada lampunya, gak pernah ada. Mungkin yang dimaksud teplok kali ya, lah emangnya jualan sate pakai teplok segala.

Papa sering ngelarang saya deket-deket sama mobilnya. Soalnya bukan papa yang salah, saya pernah gores kuku ke mobilnya sambil lari-lari muter-muter.
Cara mengetahui sifat orang adalah menanyakan dari orang lain yang mengenal ayah saya.

Versi keluarga
Papa adalah orang pinter, pengajar yang baik. Jujur dan idealis. Bisa beragam bahasa dari otodidak. Mengajar di jurusan Ilmu pemerintahan fakultas Sospol Universitas Diponegoro, yang sekarang FISIP UNDIP. Pada tahun 1975 menjabat dekan fakultas Hubungan Internasional. Terkenal sebagai dosen killer, entah apa ini maksudnya. Sampai saya diberi ibu saya secarik surat dari mahasiswa UNTAG, sudah 5 kali mengulang kuliah dengan dosen bapak saya ini enggak lulus. Entah apa sebabnya, semuanya hanya misteri saja. Yang sedikit saya tangkap, papa saya ini idealis, kalau udah gak suka sama ideologi seseorang maka selamanya dia gak akan lulus. Padahal mata kuliahnya cuma Pancasila.

Saya tahu bapak saya memang pinter bahasa Inggris, karena sering ngajar pakai bahasa Inggris. Pernah juga bapak saya masuk tvri membawakan sebuah pengantar dengan bahasa Inggris dengan background undip. Tapi saya gak pernah paham apa maksudnya itu.

Bahkan kata temen bapak saya bahasa yang dikuasai bapak saya selain inggris, belanda, perancis dan sedikit mandarin. Walah saya sama sekali blank, koq bapak saya bisa sepintar gitu sedangkan saya Bahasa Inggris saya pas-pasan. Kata ibu saya Bahasa Inggris papa itu otodidak, tapi juga enggak main-main karena seri buat ngajar dan pidato lepas.
Versi orang lain

Saya pernah denger dari dosen saya dulu, yang pali seniorpun rasanya pernah jadi murid ayah saya. Iya itu karena bapak saya ngajar mata kuliah umum, namanya P4. Sekarang enggak ada, alias dihapuskan. Papa itu orangnya idealis, ternyata yang dimaksud killer itu emang karena papa saya itu orangnya jujur, suka idealis. Kalau memang gak sesuai dengan disiplin ilmunya, ya enggak bakal dilulusin walaupun kenalan. Tapi kalau papa suka sama muridnya yang cerdas.

Walau papa saya pintar, waktu itu titlenya cuma Drs. Bapak saya ga berkesempatan jadi profesor. Karena untuk penelitian membutuhkan banyak dana. Untuk ditugaskan ke luar negeripun ayah saya batal untuk berangkat. Mungkin ayah saya ini orang pintar tapi kurang beruntung.

Banyak mahasiswa yang datang ke rumah untuk konsultasi, biasanya bawa sesuatu. Pernah ada yang bawa telor asin, bapak saya eh nolak, alasanya mereka adalah anak kos.
Tapi pernah juga kata ibu saya, bapak bepergian dan dipinjami mobil dan sopir mahasiswanya. Saya bingung, bapak saya itu anti suap atau enggak, masih ragu saya.

Atau saya juga ragu ibu saya sudah lupa atau salah memberi keterangan aja.

Gak ada yang salah untuk sesosok ayah atau ibu, sayangnya saya hanya punya waktu 5 tahun untuk mengenal ayah saya. Waktu yang sangat singkat sebelum papa tiada. Terkadang saya membayangkan diri saya sendiri, apakah segala hormon dan perasaan saya ini mewakili bagaimana sosok papa saya?, hehehe teori menarik. Who knows

No comments: